07 Mei, 2017

AS Jual Rudal Supercanggih ke Saudi, Termasuk Hulu Ledak Penetrator




Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, Kamis (4/5/2017) waktu setempat, menyatakan bahwa Amerika Serikat segera menjual rudal supercanggih ke negaranya.
Jubeir mengatkan, pemerintah Presiden AS, Donald Trump, telah mengambil langkah untuk proses notifikasi Kongres dalam rangka penjualan rudal balistik presesi tinggi buatan Raytheon Co kepada Arab Saudi, sekutu dekat AS.
Harga rudal tersebut dijual dengan harga diperkirakan lebih dari satu miliar dollar atau sekitar Rp 13,3 triliun, sebagaimana dilaporkan Reuters.
Penjualan rudal itu tentu saja memicu kontroversi yang luas tidak saja di AS, tetapi juga di Arab Saudi dan bahkan Yaman, negara di mana Arab Saudi memimpin koalisi untuk memerangi kelompok pemberontak Houthi.
Sejak koalisi Arab terlibat dalam perang saudara di Yaman, telah jatuh korban warga sipil yang banyak akibat terkena rudal atau peluru kendali.
Sistem senjata supercanggih AS itu sudah termasuk hulu ledak Penetrator dan pemandu ketepatan tembak peluru kendali Paveway.
Sementara itu Jubeir juga mengatakan, Trump akan melawat Arab Saudi bulan ini untuk memperkuat kerja sama antara AS dan negara-negara Muslim dalam memerangi ekstremisme.
"Pesan sangat jelas kepada dunia bahwa AS dan negara-negara Arab bisa menjalin kemitraan," kata Jubeir.
Read more

India Berhasil Tes Rudal Jelajah Brahmos Block III



Pada tanggal 2-3 Mei, Korps Komando Barat Daya India 'Strike One' telah melakukan dua peluncuran rudal Brahmos Block III yang sukses, kata Biro Informasi Pers (PIB) dari Pemerintah India.

"Penembakan rudal jelajah supersonik yang sukses ini dilakukan dengan konfigurasi darat-ke-darat yang operasional secara penuh dari peluncur otonom mobile dari jarak jangkauan maksimumnya. Rudal multirole tersebut berhasil mencapai sasaran darat dengan presisi yang diinginkan dengan menunjukkan keakuratan kurang dari 1 m selama Kedua uji coba tersebut. Peluncuran tersebut memperkuat kemampuan serang presisi senjata itu," menurut PIB.

Menurut biro tersebut, lima peluncuran rudal BRAHMOS Block III yang berhasil telah dilakukan dengan mengenai sasaran darat dalam mode top attack.

"Angkatan Darat India menjadi kekuatan darat pertama yang menggunakan Brahmos pada tahun 2007, telah membentuk beberapa resimen senjata ini. Dikembangkan bersama oleh Organisasi Penelitian dan Pengembangan Pertahanan India (Defence Research and Development Organization - DRDO) dan
NPOM Rusia, BRAHMOS mampu diluncurkan dari darat, laut, bawah laut dan udara terhadap sasaran permukaan darat dan laut." tambah PIB.

Brahmos adalah rudal jelajah yang bisa diluncurkan dari kapal selam, kapal laut, pesawat terbang, atau darat. Rudal ini dikembangkan bersama oleh India dan Rusia. Brahmos Block III yang baru memiliki jangkauan yang lebih jauh yaitu 450 km dibandingkan dengan versi sebelumnya yang memiliki jangkauan 290 km.
Read more

06 Mei, 2017

Iran dan Korut Ancam serang AS dengan Gelombang Elektromagnetik



WASHINGTON - Iran dan Korea Utara (Korut) dapat menempatkan sebuah satelit di orbit dengan muatan nuklir. Satelit itu kemudian melepaskan gelombang elektromagnetik (EMP) yang dapat menghancurkan jaringan listrik Amerika Serikat (AS) dan sebagian besar perangkat elektronik.
Hal tersebut diungkapkan mantan direktur program proyek Star Wars atau perang bintang AS pada masa perang dingin, Henry Cooper, dalam kesaksikan kepada Kongres.
"Kedua negara dapat memberikan serangan EMP ke AS dengan hanya meledakkan senjata nuklir yang dibawa oleh salah satu satelit mereka saat melewati AS," kata Cooper di hadapan Komite Senat untuk Energi dan Sumber Daya Alam seperti dikutip dari Sputniknews, Jumat (5/5/2017).
Senjata EMP tidak memerlukan alat berat untuk membawanya atau sistem panduan yang akurat seperti rudal balistik antar benua (ICBM). "Apalagi, baik Iran maupun Korut, telah berhasil meluncurkan satelit ke orbit," jelas Cooper.
Ancaman cyber akan datang dari lonjakan tenaga yang dihasilkan oleh fenomena EMP, Cooper dan panel ilmuwan mengatakan kepada komite.
Meskipun tidak akan ada dampak langsung pada manusia, kerusakan dapat memerlukan penggantian sebagian besar jaringan listrik dan miliaran perangkat elektronik. Hal itu berdasarkan penelitian yang terdokumentasi dengan baik yang berasal dari uji coba nuklir AS pada tahun 1950an.
"Saya yakin kita telah memiliki peringatan yang jelas tentang sifat ancaman ini selama bertahun-tahun, dan secara kolektif terus mengabaikan dan atau melakukan tindakan penanggulangan yang tidak efektif untuk mengatasinya," Cooper memperingatkan dalam sebuah teks yang dipersiapkan tentang kesaksiannya.
"Kami pada dasarnya tidak berdaya menghadapi ancaman yang masuk akal ini," imbuhnya.
Cooper juga mengatakan bahwa serangan EMP berbasis satelit diketahui telah disertakan dalam doktrin perencanaan militer Rusia, China, Korut dan Iran.
Cooper lantas mendesak pemerintah federal untuk mendasarkan sistem pertahanan rudal yang ada di sepanjang pantai Teluk Meksiko, yang akan mampu menghancurkan satelit dalam kutub orbit yang mendekati AS dari Selatan. Tapi dia mengaku prospek melakukannya sangat tipis.
Read more

05 Mei, 2017

F-35 diklaim mampu taklukan F-16 saat simulasi Dogfight



Pesawat F-35 Akui Tak Sebaik F-16 Dalam Dogfight
Pada bulan Januari 2015 lalu, pesawat F-35A AU Amerika Serikat kalah telak dalam latihan simulasi dogfight melawan F-16 Block 40 di Edwards Air Force Base. Kekalahan itu jelas bikin banyak pihak terkejut, proyek pesawat tempur bernilai miliaran dolar AS dengan teknologi 5G kalah telah dari pesawat 3G F-16.
Namun pada latihan gabungan Red Flag 2017. Pesawat F-35 sudah berhasil membalikkan keadaan. F-35 berhasil meraih Kill hingga rasio 15:1 dalam latihan Red Flag.
Apa rahasia F-35 bisa membalikkan keadaan dalam waktu hanya 2 tahun saja?
Ternyata rahasia kemenangan F-35A tersebut ada pada doktrin pertempuran udara yang dipakai F-35 diubah. Pesawat canggih ini ternyata memang lemah dalam hal dogfight dan sudah pasti kalah
Bisa dimaklumi karena dalam hal desain saja, F-35 memang tambun dan sudah pasti kalah lincah dibandingkan F-16 yang didesain sebagai fighter sejati.
Waduh, kalau begitu ntar lawan pesawat buatan rusia yang memiliki kemampuan manuver tinggi bagaimana?
Dalam dogfight yang membutuhkan energi tinggi dalam tanjakan, belokan, atau putaran tajam, F-35 tidak punya kesempatan menang dalam skenario seperti itu.
Menurut Mayor (Purn) Dan Flatley yang merupakan anggota penyusun silabi latihan pertempuran udara F-35, pesawat tempur ini memang tidak didesain untuk dogfight.
“Kalau Anda mencoba bertempur seperti pesawat tempur, F-35 tidak akan bisa. Anda akan mencatatkan hasil yang buruk. F-35 harus diterbangkan dengan mengandalkan stealth sebagai keunggulan utamanya,” ungkapnya.
Selagi terbang tak terdeteksi, sensor fusi yang digunakan harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menemukan dan membagi informasi terkait musuh tersebut dalam manajemen pertempuran yang efektif.
Toh, selama beberapa dekade ini tidak ada jet tempur AS yang melakukan dogfight dalam jarak dekat. Hampir seluruh kill dalam Perang Teluk misalnya, dilakukan dengan rudal jarak menengah atau jauh.
Faktor lain yang juga mempengaruhi F-35 adalah desain piranti lunaknya. Banyak limiter atau pembatas dipasang untuk mencegah manuver ekstrim yang berbahaya bagi pilot maupun struktur pesawat.
Akibatnya, pilot jadi tidak bisa mendorong F-35A sampai batas kemampuan maksimal. Kekalahan F-35 dalam uji coba itu membuat Lockheed Martin mengubah software F-35A sehingga lebih kapabel untuk situasi pertempuran udara.
Keberhasilan F-35A pada Red Flag 2017 mengandalkan sensor yang bisa ‘melihat’ sasaran lebih dulu dan menghancurkannya sebelum F-16 Agressor bereaksi.
Terlihat sempurna memang, tapi tetap ada kekurangannya. Keunggulan F-35 dengan cara ini hanya bisa terjadi dalam kondisi perang dengan musuh yang sudah terlihat jelas.
Sedangkan dalam misi patroli dimana penyusup harus diidentifikasi, F-35A bisa jadi akan kepayahan jika ternyata yang diidentifikasi ternyata pesawat sekelas fighter. Beranikah F-35?
Read more